ANALISIS SISTEM PENGHITUNGAN PDB YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN
Kajian ini bertujuan pertama memperoleh informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumber daya alam dan lingkungan hidup ke dalam pehitungan pendapatan nasional melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Kedua menyusun sebuah pedoman taktis dan model tentang pengenalan konsep dan cara perhitungan neraca sumber daya dan PDB yang berwawasan lingkungan. Ketiga melihat makna dan implikasinya akan pentingnya memperhitungkan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam pembangunan yang berkelanjutan.
Hasil Kajian ini menemukan bahwa keraguan akan menghasilkan PDB Hijau yang efektif (ketidakpastian kemampuan NSDA). Dalam kenyataan PDB Hijau juga tidak mengikutkan efek general equilibrium, artinya tidak diikuti dengan kebijakan dan usaha dalam menginternalisasikan lingkungan ke ekonomi oleh sektor produksi. Dalam kenyataan PDB Hijau juga tidak mengikutkan efek general equilibrium, artinya tidak diikuti dengan kebijakan dan usaha dalam menginternalisasikan lingkungan ke ekonomi oleh sektor produksi. Oleh karena itu, PDB Hijau masih belum bisa dimanfaatkan sebagai pengganti dari penggunaan PDB Konvensional yang digunakan sebagai salah satu indikator utama dalam kinerja pembangunan dan perekonomian nasional. Dengan berbagai keterbatasan yang ada, PDB Hijau minimal dapat digunakan sebagai satelit (alat pembanding, pengawas dan pengontrol) bagi PDB Konvensional, dimana besarnya nilai yang ditunjukkan oleh PDB Konvensional merupakan bukan nilai yang sebenarnya apabila memasukkan unsur SDA dan lingkungan dalam perhitungannya. Manfaat yang tak kalah pentingnya –sebagai salah satu manfaat tersirat dalam PDB Hijau- adalah memberi kesadaran pada semua pihak akan pentingnya internalisasi lingkungan ke dalam ekonomi, terutama pemerintah -sebagai pemegang otoritas political will- dituntut untuk sungguh-sungguh berkomitmen dalam pembangunan SDA dan lingkungan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
I. Latar Belakang
Dalam Propenas 2001-2005 dicanangkan bahwa dalam rangka menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, pelaksanaan pembangunan ekonomi harus didasarkan pada daya dukung sumber daya alam, lingkungan hidup, dan karakter sosial. Untuk itu, pengelolaan pelestarian sumber daya alam harus didasarkan pada prinsip-prinsip desentralisasi, pengelolaan secara holistik, keseimbangan, kehati-hatian dini, serta melestarikan kapasitas terbarukan dan keadilan antar-generasi. Untuk melaksanakan strategi kebijakan tersebut, telah dicanangkan program pembangunan pengembangan dan peningkatan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai adalah tersedia dan teraksesnya informasi
sumber daya alam dan lingkungan hidup baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah. Kegiatan yang sesuai dengan sasaran program pembangunan ini antara lain adalah inventarisasi dan evaluasi potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup serta pengkajian neraca sumber daya alam dan penyusunan PDB Hijau (Green GDP) secara bertahap.
Pengembangan penghitungan PDB yang berwawasan lingkungan (PDB Hijau) memberi harapan akan adanya suatu kerangka pikiran yang bisa mengkombinasikan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sudah sejak lama, penghitungan produksi nasional dilakukan secara konvensional dan kurang memperhatikan aspek eksploitasi sumber daya alam beserta aspek dampak dari kerusakan lingkungan hidup. Sementara itu, terjadi di banyak negara, kebijakan tentang pelestarian lingkungan hidup seolah dibuat oleh dan hanya untuk kalangan yang berkepentingan dengan lingkungan hidup saja dengan mengabaikan hubungannya dengan lembaga-lembaga sosial dan ekonomi lainnya.
Indikator yang selama ini digunakan mengukur keberhasilan pembangunan lebih ditekankan pada besaran pendapatan per kepita penduduk. Salah satu indikator umum yang lazim digunakan adalah angka PDB per jumlah penduduk. Namun apabila dilihat dari sudut pandang konsep pembangunan yang berkelanjutan, hal itu dinilai masih belum mencukupi. Indikator ini nampaknya lebih tepat apabila digunakan untuk mengukur perkembangan ekonomi jangka pendek dan menengah. Apabila ukuran tersebut dipakai untuk mengukur perekembangan ekonomi jangka panjang, cakupan komponen perhitungan PDB tersebut harus diperluas dengan memperhitungkan adanya tingkat penipisan (deplisi) sumber daya alam dan degradasi lingkungan. Dengan demikian, gambaran riil akan “cost” dari pembangunan ekonomi akan bisa terwakili.
Usaha untuk menyelaraskan pembangunan ekonomi dengan disertai upaya pelestarian lingkungan hidup melalui pendekatan pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu fokus pembangunan nasional dewasa ini. Melalui pembangunan berkelanjutan, diharapkan pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup dapat berjalan secara harmonis dan terpadu. Oleh karena itu, penerapan konsep pembangunan berkelanjutan melalui analisis sistem perhitungan PDB yang berwawasan lingkungan sangat dibutuhkan dalam penelitian ini.
2. Maksud dan Tujuan Penelitian
Sejalan dengan arahan kebijakan yang tercakup dalam Propenas 2001-2005, maka dirasa penting penelitian ini untuk melakukan analisis sistem penghitungan PDB yang berwawasan lingkungan. Penelitian ini dimaksudkan melihat biaya sosial yang harus ditanggung dan diperhitungkan dalam PDB berkaitan dengan upaya pengelolaan sumber daya alam. Sedangkan tujuan penelitian ini antara lain mencakup:
Memperoleh informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumber daya alam dan lingkungan hidup ke dalam pehitungan pendapatan nasional melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi.
Menyusun sebuah pedoman taktis dan model tentang pengenalan konsep dan cara perhitungan neraca sumber daya dan PDB yang berwawasan lingkungan.
Melihat makna dan implikasinya akan pentingnya memperhitungkan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam pembangunan yang berkelanjutan.
3. Kegunaan Penelitian
Hasil dari kajian ini diharapkan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, antara lain:
Sebagai alat monitor, pengawasan, dan pengendalian terhadap kecenderungan biaya dan manfaat atas penngelolaan SDA yang harus diperhitungkan dalam neraca pendapatan nasional.
Sebagai masukan bagi para pengambil kebijakan maupun perencana untuk mengkaji pentingnya fungsi lingkungan hidup dalam pembangunan SDA yang berkelanjutan sesuai arah dan strategi kebijaksanaan pengelolaan SDA.
Sebagai alat untuk mengantisipasi permasalahan yang kemungkinan timbul dalam memantapkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dimasa mendatang.
4. Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian sebagaimana dimaksud diuraikan di tas, maka penelitian ini menitikberatkan pada analisis stock dan flow PDB yang terkait dengan kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan SDA. Analisis ini menekankan pada ukuran dan analisis tingkat konservasi dan eksplorasi, serta tingkat biaya penyusutan yang harus dicantumkan dalam perhitungan PDB. Data dan informasi yang dimaksudkan mencakup data SDA, seperti kehutanan, perikanan, ketersediaan lahan pertanian, pertambangan, dan sumber daya air. Selanjutnya, data dan informasi yang digunakan untuk penelitian ini bersumber data sekunder terbitan BPS dan kajian kepustakaan.
Perhitungan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang berwawasan lingkungan atau PDB Hijau yang merupakan salah satu target Propenas 2000-2004 dalam program pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan dan berkeadilan ternyata masih mengalami berrbagai kendala.
5. Analisa/ Hasil Pembahasan
Kendala utama terjadi karena adanya perbedaan konseptual, pendekatan dan metode perhitungan (valuasi) antara PDB Konvensional dan Neraca Sumber Daya Alam (NSDA) yang menyebabkan terjadi kerancuan dalam penggabungannya menjadi PDB Hijau. PDB Konvensional disusun berdasarkan nilai tambah sektor produksi yang benar-benar dikonsumsi oleh masyarakat, sedangkan NSDA disusun berdasarkan perubahan kandungan dan kekayaan SDA yang belum tentu SDA tersebut benar-benar dapat dimanfaatkan atau diambil gunanya sehingga perhitungannya menjadi overvalue.
Sistem perhitungan NSDA sendiri masih mengalami kerancuan dan memberikan hasil yang kurang valid dan akurat. Hal tersebut dikarenakan ada masalah dalam kesinergian antara data neraca fisik dan moneter-nya, di mana data neraca fisik ternyata tidak dapat secara langsung menunjukkan ciri data neraca moneternya, misal: data neraca fisiknya turun (perubahan neto-nya negatif) tetapi data neraca moneternya naik (perubahan neto-nya positif) dan begitu juga sebaliknya. Ketidaksinergian tersebut disebabkan oleh adanya asumsi homogenity (semua dianggap sama) dalam neraca fisiknya dan penerapan nilai unit rent yang berbeda-beda dalam neraca moneternya. Masalah tersebut menyebabkan perhitungan kerusakan SDA dan lingkungan yang nilai sebenarnya cukup besar dan harus mendapatkan perhatian yang serius menjadi kelihatan kecil proporsinya terhadap total SDA yang ada dan hasilnya cenderung diacuhkan karena masih tidak terlalu besar nilainya.
Metode valuasi dalam NSDA, baik dalam neraca fisik maupun neraca moneter, masih menggunakan berbagai proxi dan belum ada keseragaman antar berbagai unsur SDA. Hal tersebut dapat menyebabkan hasil valuasi menjadi under dan overvalue. Valuasi NSDA suatu wilayah yang
ketersediaan akan data SDA dan lingkungan-nya terbatas menyebabkan untuk perhitungan NSDA wilayah tersebut menggunakan metode benefit transfer (menggunakan data dan karakteristik wilayah lain yang cukup data-nya untuk wilayah sendiri) juga mengakibatkan hasil yang kurang valid dan akurat. Perhitungan NSDA juga baru sebatas perhitungan nilai perubahan neto (deplesi) SDA dan belum sampai pada perhitungan nilai degradasi SDA dan lingkungan sehingga baru menghasilkan nilai PDB yang Semi Hijau.
6. Kesimpulan dan Rekomendasi
Berbagai permasalahan di atas menyebabkan terjadinya stigma buruk bagi perhitungan PDB Hijau sendiri, yaitu keraguan akan menghasilkan PDB Hijau yang efektif dan dapat memberikan gambaran yang cukup akurat akan realita sesungguhnya (ketidakpastian kemampuan NSDA). Dalam kenyataan PDB Hijau juga tidak mengikutkan efek general equilibrium, artinya tidak diikuti dengan kebijakan dan usaha dalam menginternalisasikan lingkungan ke ekonomi oleh sektor produksi. Oleh karena itu, PDB Hijau masih belum bisa dimanfaatkan sebagai pengganti dari penggunaan PDB Konvensional yang digunakan sebagai salah satu indikator utama dalam kinerja pembangunan dan perekonomian nasional.
Dengan berbagai keterbatasan yang ada, PDB Hijau minimal dapat digunakan sebagai satelit (alat pembanding, pengawas dan pengontrol) bagi PDB Konvensional, dimana besarnya nilai yang ditunjukkan oleh PDB Konvensional merupakan bukan nilai yang sebenarnya apabila memasukkan unsur SDA dan lingkungan dalam perhitungannya. Manfaat yang tak kalah pentingnya –sebagai salah satu manfaat tersirat dalam PDB Hijau- adalah memberi kesadaran pada semua pihak akan pentingnya internalisasi lingkungan ke dalam ekonomi, terutama pemerintah -sebagai pemegang otoritas political will- dituntut untuk sungguh-sungguh berkomitmen dalam pembangunan SDA dan lingkungan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Diambil dari situs : Direktorat Kelautan dan Perikanan
Email: ningsih@bappenas.go.id
Selasa, 20 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar