Feeds RSS

Rabu, 17 Februari 2010

SISTEM KEUANGAN ISLAM

SISTEM KEUANGAN ISLAM

Fungsi dan Tujuan Sistem Keuangan Islam
Peran utama dari sistem keuangan adalah untuk menciptakan insentif untuk alokasi yang efisien atas keuangan dan sumber daya nyata untuk tujuan kompetisi dan tujuan menembus ruang dan waktu. Sistem keuangan yang berfungsi dengan baik, menaikkan investasi dengan mengidentifiasi dan mendanai kesempatan usaha yang baik, memobilisasi tabungan, memantau kinerja manajer, memberikan kesempatan atas perdagangan, mencegah dan mendiversifikasi resiko, dan memfasilitasi pertukaran barang dan jasa. Fungsi-fungsi ini menentukan pada alokasi sumber daya yang efisien, akumulasi modal fisik dan manusia yang cepat, dan kemajuan teknologi yang lebih cepat, yang akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi, sehingga kesejahteraan ekonomi dengan kesempatan kerja penuh (full employment) dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keadilan sosioekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang, dan mobilisasi serta investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang mampu memberikan jaminan keuntungan (bagi hasil) kepada semua pihak yang terlibat. Sehingga dari fungsi tersebut dapat disimpulkan, bahwa menurut perspektif Islam, tujuan perbankan dan keuangan Islam adalah :
1. penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan dan pembaharuan semua aktivitas keuangan dan perbankan agar sesuai dengan prinsip Islam
2. pencapaian distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar, dan
3. promosi pembangunan ekonomi.
Dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penerapan sistem keuangan Islam maka dapat terbentuk sistem keuangan Islam yang efisien diharapkan dapat menampilkan beberapa fungsi. Pertama, sistem tersebut harus memfasilitasi perantaraan keuangan yang efisien untuk mengurangi biaya informasi dan alokasi. Kedua, sistem tersebut harus didasarkan pada sistem pembayaran tetap/stabil. Ketiga, seiring dengan peningkatan globalisasi dan permintaan atas integrasi keuangan, sistem keuangan harus menciptakan pasar modal dan uang yang cair, efisien, dan likuid. Dan pada akhirnya, sistem tersebut harus memiliki pasar yang berkembang dengan baik untuk memperdagangkan risiko, dimana para pelaku ekonomi bisa membeli dan menjual perlindungan terhadap resiko kejadian (event risk) dan juga resiko keuangan.
Risiko selalu ada dalam semua sistem keuangan, risiko sering diasosiasikan dengan fiduciary money, piutang yang gagal bayar, kesalahan operasional, bencana alam dan kesalahan karena faktor manusia. Sistem keuangan Islam mengandung semua risiko tersebut, dan yang paling unik di sistem keuangan Islam adalah risiko yang timbul dari penerapan prinsip profit and loss sharing (PLS). Namun ada dua alasan : Pertama, ada tuntutan moral untuk menolak kehadiran bunga dalam sistem keuangan. Keyakinan seorang muslim tidak dapat ditawar-tawar lagi. Kedua, terdapat kepuasan tersendiri ketika ketentuan Tuhan ini bisa membantu merealisasikan tujuan-tujuan kemanusian, yang salah satu unsur terpentingnya dalah penerapan prinsip-prinsip keadilan.
Ketangguhan Sistem Ekonomi Islam
Ekonomi Islam tidak mengenal dualisme ekonomi, yaitu sektor riil dan sektor non riil, yang aktivitasnya didominasi oleh praktik pertaruhan terhadap apa yang akan terjadi pada ekonomi riil. Ekonomi Islam didasarkan pada ekonomi riil. Dengan demikian, semua aturan ekonomi Islam memastikan agar perputaran harta kekayaan tetap berputar secara luas.1
Larangan terhadap adanya bunga (riba) bisa dipraktikan dengan melakukan investasi modal di sektor ekonomi rill, karena 1. Menggerakkan ekonomi riil.
penanaman modal di sektor lain (non-riil; seperti pasar uang maupun pasar modal) dilarang dalam syariah.2 Kalaupun masih ada yang berusaha menaruh sejumlah modal sebagai tabungan atau simpanan di bank (yang tentunya juga tidak akan memberikan bunga), modal yang tersimpan tersebut juga akan dialirkan ke sektor riil bisa dalam bentuk kerjasama (syarikah),3 sewa menyewa4 maupun transaksi perdagangan halal di sektor riil lainnya.5
Walhasil, setiap individu yang memiliki lebih banyak kelebihan uang bisa menginvestasikan-nya di sektor ekonomi riil, yang akan memiliki efek berlipat karena berputarnya uang dari orang ke orang yang lain. Sebaliknya, keberadaan bunga, pasar keuangan, dan judi secara langsung adalah faktor-faktor yang menghalangi perputaran harta.
2. Menciptakan stabilitas keuangan dunia.
Dengan diterapkannya sistem keuangan Islam (mata uang Islam dinar dan dirham, larangan riba6 dan penerapan ekonomi berbasis sektor riil yang melarang spekulatif di pasar keuangan derivatif7) akan tercipta stabilitas keuangan dunia. Setelah lebih dari 14 abad daya beli/nilai tukar dinar memiliki nilai yang tetap. Hal ini terbukti dengan daya beli 1 dinar pada zaman Rasulullah saw. yang bisa ditukarkan dengan 1 ekor kambing. Pada saat ini pun 1 dinar dapat ditukarkan dengan 1 ekor kambing (1 dinar sekarang sekitar Rp 800.000) (Iqbal, 2007, hlm. 55).8
3. Tidak mudah diintervensi asing/mandiri.
Negara yang menerapkan sistem keuangan Islam secara komprehensif—sebagaimana telah diuraikan—akan melaksanakan politik swasembada; mengurangi (meminimkan) impor; menerapkan strategi substitusi terhadap barang-barang impor dengan barang-barang yang tersedia di dalam negeri; serta meningkatkan ekspor komoditas yang diproduksi di dalam negeri dengan komoditas yang diperlukan di dalam negeri ataupun menjualnya dengan pembayaran dalam bentuk emas dan perak atau dengan mata uang asing yang diperlukan untuk mengimpor barang-barang dan jasa yang dibutuhkan.
Dengan menerapkan sistem keuangan Islam global yang komprehensif negara menjadi kuat dan mandiri. Niscaya hal tersebut akan menjadikan negara tidak mudah diintervensi oleh pihak asing.9
Khatimah
Berdasarkan uraian tersebut, sistem keuangan Islam mustahil dilaksanakan oleh individu atau sekelompok masyarakat saja. Kita tidak mungkin berharap negara kapitalis sekular akan menerapkan sistem keuangan Islam tersebut. Hanya institusi negara Khilafah yang mampu menerapkan sistem keuangan Islam secara komprehensif.
Berdasarkan kaidah “Mâ lâ yatimm al- wâjib illâ bihi fa huwa wâjib (Selama suatu kewajiban tidak sempurna kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu menjadi wajib),” maka menjadi kewajiban kita bersama untuk mendirikan negara Khilafah Rasyidah yang mengemban dan menerapkan syariah Islam (termasuk sistem keuangan Islam), yang akan menghidupkan kita dalam kehidupan yang indah, aman dan menenteramkan dalam limpahan keberkahan Allah ‘Azza wa Jalla. [Muhammad Sholahuddin, SE, M.Si.; Direktur Pusat Studi Ekonomi Islam Univ. Muhammadiyah Surakarta]

0 comments:

Posting Komentar